Powered By Blogger

Senin, 14 November 2011

Makkah dan Madinah Pusat Sejarah Islam

Mekkah dan Madinah merupakan pusat sejarah Islam dunia. Dua daerah ini berada di Arab Saudi. Selain itu, dua daerah ini menjadi titik awal maupun pusat dari perkembangan Islam sampai dengan masa sekarang.
Nabi Muhammad saw. dilahirkan di Mekkah. Ia adalah seorang anak yatim piatuI. a tinggal maupun hidup bersama pamannya, Abu Thalib. Ketika usia Nabi Muhammad SAW menginjak dua puluhan, ia menikah dengan Khadijah. Ia pun mulai menyebarkan agama Islam di Mekkah, tetapi masih dilakukan secara tertutup.
Ketika Nabi Muhammad SAW berumur empat puluhan, ia didatangi oleh Malaikat Jibril untuk menerima wahyu dari Allah SWT. Selanjutnya, ia pun mulai menyebarkan agama Islam secara terbuka kepada masyarakat Mekkah. Namun, pada awalnya masyarakat Mekkah menolak Islam dan Nabi Muhammad saw. hijrah ke Madinah.
Di Madinah ajaran Islam dapat berkembang dengan baik. Setelah hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad SAW kembali lagi ke Mekkah untuk terus berusaha mengembangkan agama Islam. Pada akhirnya Islam dapat berkembang baik di Mekkah.
Ajaran Islam bukan hanya berkembang di Mekkah maupun Madinah. Perkembangan yang cukup bagus di daerah Mekkah dan Madinah, membuat ajaran Islam mulai merambah ke beberapa daerah di pelosok dunia. Adapun daerah-daerah tersebut terhampar mulai dari benua Afrika sampai dengan benua Australia.
Mekkah
Mekkah atau Makkah Al-Mukarramah merupakan kota utama di Arab Saudi. Mekkah, sebuah kota yang menjadi titik awal adanya ajaran Islam di muka bumi ini.
Perkembangan kota ini tidak terlepas dari keberadaan beberapa nabi yang lahir maupun tinggal di sini. Adapun nabi tersebut seperti Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, maupun Nabi Muhammad SAW sebagai nabi penutup. Nabi Muhammad SAW lahir di kota ini. Di kota ini pula, Nabi Muhammad pertama kali memperoleh wahyu dari Allah SWT melalui Malaikat Jibril.
Selain itu, di Mekkah juga tinggal beberapa kaum seperti kaum Jurhum. Selanjutnya tinggal pula suku Quraisy. Suku Quraisy merupakan suku utama yang tinggal di daerah Jazirah Arab. Mereka juga terkenal dalam bidang perdagangan, sehingga aktivitas perdagangan mereka dikenal hingga Damaskus, Palestina, maupun Afrika.
Setelah Nabi Muhammad SAW meninggal dunia, Mekkah secara administrasi di bawah Khulafaur Rasyidin. Pada saat itu, pemerintahan dari Khulafaur Rasyidin berpusat di Madinah. Setelah masa khalifah hancur, maka kota ini disatukan pemerintahan Arab Saudi yang dipimpin oleh Aziz Bin Saud.
Kota Mekkah merupakan tujuan utama kaum muslimin dalam menunaikan ibadah haji. Di kota inilah terdapat bangunan utama yang dikenal dengan nama Masjidil Haram dan di dalamnya terdapat Ka’bah.
Ka’bah digunakan sebagai patokan utama arah kiblat untuk ibadah shalat bagi seluruh umat Islam di dunia. Selain itu, Mekkah juga sebagai kota suci karena kota ini merupakan tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Mekkah adalah salah satu pusat agama Islam. Kota ini memiliki berbagai pusat pendidikan maupun pengajaran tentang agama Islam. Sampai saat ini, di Mekkah terdapat hampir lima ratus lebih sekolah umum dan enam ratus lebih sekolah swasta.
Madinah
Madinah adalah tempat yang banyak didatangi orang islam. Kota ini adalah kota suci kedua setelah Mekkah. Di kota ini terdapat Masjid Nabawi. Masjid ini digunakan sebagai pusat tempat dakwah Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan agama Islam. Dari kota inilah, Islam menyebar ke seluruh dunia.
Dahulu Madinah bernama Yathsrib dan berganti nama menjadi Madinah ketika Nabi Muhammad berhijrah dari Mekkah ke kota ini. Nabi Muhammad meninggal dan dimakamkan di kota ini. Setelah meninggalnya Nabi Muhammad, perjuangannya diteruskan oleh beberapa sahabatnya.
Masa ini dikenal dengan masa Khulafaur Rasyidin, pemimpinnya disebut dengan khalifah. Ada tiga khalifah yang memerintah kota ini yaitu Abu Bakar, Umar Bin Khattab, dan Utsman Bin Affan. Sedangkan, pada masa Ali Bin Abi Thalib pemerintahan dipindahkan ke Kufah, Irak karena adanya masalah politik akibat terbunuhnya khalifah Utsman.
Selanjutnya, pada masa Bani Umayah pemerintahan berpindah ke Damaskus. Pada masa Bani Abassiyah berpindah ke Baghdad. Meskipun terus berpindah tempat, tetapi tetap Madinah adalah kota suci bagi kaum Muslimin.
Selain dikenal sebagai pusat perkembangan Islam, kota ini juga merupakan pusat pendidikan Islam. Terdapat banyak ulama maupun cendekiawan Islam yang menonjol berasal dari kota ini dan salah satunya adalah Imam Malik. Bukan hanya itu, di kota ini juga terdapat beberapa perguruan tinggi Islam.
A. Islam Fase Mekkah; Sebuah Pijakan Awal
1. Seperti sejarah tertulis yang menjelaskan kondisi Mekkah sejak awal merupakan tempat perdagangan yang sangat pesat dengan ciri umum penduduk Mekkah dan kebiasaannya berdagang ke luar Mekkah. Ini semua menjadi bekal bagi kita untuk memahami konteks sosio-religius pada dakwah islam fase Mekkah.
Mengingat pentingnya sebuah suku dalam komunitas Mekkah, maka Nabi diperintahkan untuk mula-mula menyebarkan Islam di kalangan kerabatnya1 -seperti besarnya pengaruh suku Quraisy di kalangan penduduk Mekkah yang karenanya bisa dibayangkan betapa terpukulnya Muhammad SAW ketika ia mengumpulkan keluarganya dalam suatu jamuan santai dan mengajak mereka ke jalan Allah, namun ternyata keluarganya menolak dan hanya Ali bin Abi Thalib yang berani dan mau menjadi pembantunya. Puluhan orang yang hadir mentertawakan Muhammad dan Ali. Tidak seorangpun menyadari bahwa beberapa di antara para undangan ini akan ditebas oleh Ali di medan Badr, empat belas tahun kemudian, sebagai bukti kesungguhan Ali.
Besarnya pengaruh suku Quraisy di Mekkah jugalah yang salah satunya bisa membuat Hamzah memeluk Islam, yakni ketika Abu Jahl dari bani Hanzhalah mencaci dan mengejek Muhammad, lalu orang-orang melapor pada Hamzah dan serta merta Hamzah-lah yang menghajar kepala Abu Jahl dengan busur panahnya. Insiden ini akan berbuntut panjang kalau saja spirit suku saat itu tidak segera padam.
Ketika Abu Thalib masih hidup, bani Hasyim memberikan perlindungan pada Muhammad dan tidak ada yang berani membunuh Muhammad karena Baninya akan membalas nantinya.2
Ketika Islam hadir di Mekkah dapatlah kita baca dalam beberapa literatur bahwa pada fase Mekkah bercirikan ajaran Tauhid. Tetapi sesungguhnya bukan hanya persoalan teologis semata, juga seruan Islam akan keadilan sosial, perhatian pada nasib anak yatim, fakir miskin dan pembebasan budak serta ajaran Islam akan persamaan derajat manusia, yang menimbulkan penolakan keras penduduk Mekkah pada Muhammad. Bagi mereka, agama ini tidak hanya “merusak” ideologi dan teologi mereka, tetapi juga “merombak” kehidupan sosial mereka.
Contoh menarik, misalnya, dalam al-Qur’an dijelaskan tentang kata “Karim” dalam masyarakat jahiliyyah merupakan bagian penting kode etik muru`ah --cita-cita moral tertinggi masyarakat Arab jahiliyah yang mencakup antara lain, kejujuran, keberanian, kesetiaan dan kedermawanan serta keramah-tamahan. Keberanian dan kedigjayaan terutama ditunjukkan pada saat pertempuran dan penyamunan. Loyalitas terfokus pada ikatan-ikatan kesukuan dan perjanjian. Kedermawanan dan keramah-tamahan terutama ditunjukkan dalam menjamu tamu, dan seringkali dengan maksud meninggikan status seseorang di hadapan tetamunya.3
Konsep “karim” di atas mengalami perubahan makna yang drastis ketika al-Qur'an dengan tegas mengatakan bahwa manusia yang paling mulya (akram) dalam pandangan Allah ialah yang paling bertakwa kepadaNya. Bagi yang tidak mengetahui konteks di atas, pernyataan al-Qur'an itu akan terdengar biasa saja. Tapi bagi orang-orang pada masa Muhammad, pernyataan di atas betul-betul radikal. Jika konteks Arab jahiliyyah berikut kedudukan kata karim dalam pandangan-dunia mereka dipahami, maka yang terjadi adalah revolusi cita-moral Arab. Bukan orang yang berharta banyak, menang dalam pertempuran dan seorang bangsawan yang disebut karim, tapi mereka yang bertakwa. Implikasinya, budak hitam legam pun dapat dipandang karim. Radikalisasi makna pandangan-dunia (weltanschaung) Arab jahiliyyah yang dilakukan Islam seperti inilah yang sedikit banyak menggoncang penduduk Mekkah.
Dapatlah diambil kesimpulan secara tentatif bahwa masyarakat Islam pada kurun Mekkah belum lagi tercipta sebagai sebuah komunitas yang mandiri dan bebas dari urusan Bani. Negara Islam juga belum terbentuk pada dakwah islam fase Mekkah. Ajaran Islam pada fase Mekkah bercirikan tauhid dan dalam titik tertentu terjadi radikalisasi makna dalam pandangan Arab jahiliyyah yang berimplikasi mengguncang tataran sosio-religius penduduk Mekkah. Kita akan melihat bagaimana ciri umum ajaran Islam dan masyarakat Islam berkembang pada fase Madinah, untuk itu mari kita bahas dakwah islam fase Madinah di bawah ini.

B. Islam Fase Madinah; Kesempurnaan Agama Islam
2. Hijrah ke Madinah tidaklah terwujud begitu saja (atau sekonyong-konyong). Ada beberapa pra-kondisi seperti Bai`at Aqabah (pertama dan kedua). Kedua Ba`iat ini merupakan batu-batu pertama bagi bangunan negara Islam. Kehadiran Rasulullah SAW melalui peristiwa hijrah ke dalam masyarakat Madinah yang majemuk amat menarik untuk dibahas. Peta demografis Madinah saat itu adalah sebaagai berikut:
1. Kaum Muslimin yang terdiri dari Muhajirin dan Anshar
2. Anggota suku Aus dan Khazraj yang masih berada pada tingkat nominal muslim, bahkan ada yang secara rahasia memusuhi Nabi saw.
3. Anggota suku Aus dan Khazraj yang masih menganut paganisme
4. Orang-orang Yahudi yang terbagi dalam tiga suku utama: Bani Qainuqa, Bani Nadhir dan Bani Quraidloh.
Kemajemukan komunitas tersebut tentu saja melahirkan konflik dan tension. Pertentangan suku Aus dan Khazraj sudah terlalu terkenal dalam sejarah Islam. Bahkan diduga diterimanya Rasul di Madinah (Yatsrib) dengan baik di kedua Bani tersebut karena kedua Bani tersebut membutuhkan “orang ketiga” dalam konflik diantara mereka. Hal ini bisa dipahami dalam manajemen konflik politik. Adapun diterimanya Rasul oleh kaum Yahudi merupakan catatan tersendiri. Tentu saja Yahudi menerima Nabi dengan penuh kecurigaan tetapi pendekatan yang dilakukan Nabi mampu “menjinakkan” mereka, paling tidak, sampai Nabi eksis di Madinah.
Kemajemukan komunitas Madinah membuat Rasul melakukan negosiasi dan konsolidasi melalui perjanjian tertulis yang terkenal dengan “Piagam Madinah”.4 Piagam Madinah sesungguhnya merupakan rangkaian penting dari proses berdirinya negara Madinah, meskipun Nabi, selaku “mandataris” Piagam Madinah tidak pernah mengumumkan bahwa beliau mendirikan negara, dan tidak satupun ayat al-Qur'an yang memerintahkan beliau untuk membentuk suatu negara.
Dari sudut pandang ilmu politik, obyek yang dipimpin oleh Nabi saw.memenuhi syarat untuk disebut sebagai negara. Syarat berdirinya negara ialah ada wilayah, penduduk dan pemerintahan yang berdaulat. Kenyataan sejarah menunjukkan adanya elemen negara tersebut. Walhasil, setelah melalui proses Ba`iat dan Piagam Madinah Nabi dipandang bukan saja sebagai pemimpin rohani tetapi juga sebagai kepala negara.
Kita beralih pada persoalan ajaran Islam. Pada fase Madinah ini ajaran Islam merupakan kelanjutan dari dakwah fase Mekkah. Bila pada fase Mekkah, ayat tentang hukum belum banyak diturunkan, maka pada fase Madinah kita mendapati ayat hukum mulai turun melengkapi ayat yang telah ada sebelumnya. Ini bisa dipahami mengingat hukum bisa dilaksanakan bila komunitas telah terbentuk. Juga dapat dicatat kemajemukan komunitas Madinah turut mempengaruhi ayat hukum ini. Satu contoh menarik pada peristiwa kewajiban zakat dan pelarangan riba. Setting sosio-ekonomi Madinah yang dikuasai oleh Yahudi memerlukan sebuah “perlawanan” dalam bentuk zakat (untuk pemerataan ekonomi di kalangan muslim) dan pelarangan riba. Yang terakhir ini membawa implikasi baik secara ekonomi maupun politik bagi praktek riba kaum Yahudi.
Bukan hanya ayat hukum saja yang berangsur-angsur “sempurna”, juga ayat tentang etika, tauhid dan seluruh elemen ajaran Islam berangsur-angsur mendekati titik kesempurnaan, dan mencapai puncaknya. Setelah Nabi wafat, dimulailah era Khulafa’ al-Rasyidin. Tidak dapat dipungkiri, di Madinah Islam sempurna dan disinilah awal sebuah peradaban yang dibangun oleh umat Islam mulai tercipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar